Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 06 Januari 2014

PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA ANAK USIA DINI

PENGEMBANGAN MORAL DAN NILAI-NILAI AGAMA ANAK USIA DINI



A.      Perkembangan Moral Anak Usia Dini

Manusia merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami kaidah-kaidah moral dan mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan berperilaku. Kemampuan seperti di atas bukan merupakan kemampuan bawaan melainkan harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto,  2005: 67). Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan manusia maka manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi perkembangan moralnya.

B.      Konsep-konsep Pengembangan Moral Anak Usia Dini

Menurut Megawangi, dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.36), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tangguang jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Usaha tersebut harus dilakukan secara terencana, terfokus, dan komprehensif.  Pengembangan moral anak usia dini melalui pengembangan pembiasaan berperilaku dalam keluarga dan sekolah.

a.   Pengembangan berperilaku yang baik dimulai dari dalam keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan paling efektif untuk melatih berbagai kebiasaan yang baik pada anak.



Menurut Thomas Lickona, sebagimana pendapatnya dikutip oleh Siti Aisyah dkk. (2007: 8.38 – 8.41), ada 10 hal penting yang harus diperhatikan dan dijadikan prinsip dalam mengembangkan karakter anak dalam keluarga, yaitu sebagai berikut.

1.     Moralitas penghormatan

2.     Perkembangan moralitas kehormatan berjalan secara bertahap

3.     Mengajarkan prinsip menghormati

4.     Mengajarkan dengan contoh

5.     Mengajarkan dengan kata-kata

6.     Mendorong anak unruk merefleksikan tindakannya

7.     Mengajarkan anak untuk mengemban tanggung jawab

8.     Mengajarkan keseimbangan antara kebebasan dan kontrol

9.     Cintailah anak, karena cinta merupakan dasar dari pembentukan moral

10. Menciptakan keluarga bahagia



b.      Pengembangan kebiasaan berperilaku yang baik di sekolah

Perkembangan moral anak tidak terlepas dari lingkungan di luar rumah. Menurut Goleman (1997) dan Megawangi 2004) dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8.41 – 8.42), bahwa lingkungan sekolah berperan dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan moral pada lembaga pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti pendidikan pad ataman kanak-kanak. Menurut Schweinhart (Siti Aisyah dkk., 2007: 8.42), pengalaman yang diperoleh anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan pengaruh positif pada pada perkembangan anak selanjutnya.

Di lembaga pendidikan formal anak usia dini, peran pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting. Oleh karena itu, menurut Megawangi (Siti Aisyah, 2007: 8.45), pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.



1.       Memperlakukan anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.

2.       Memberikan perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal secara baik anak didiknya.

3.       Menjadikan dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan.

4.       Membetulkan perilaku yang salah pada anak didik.



C.      Strategi dan Teknik Pengembangan Moral Anak Usia Dini

Pengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi dan menenytukan perilaku moral. Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, 2. Strategi aktivitas dan bermain, dan 3. Strategi pembelajaran (Wantah, 2005: 109).



1.       Strategi Latihan dan Pembiasaan

2.       Strategi Aktivitas Bermain

3.       Strategi Pembelajaran





D.      Pengembangan Nilai-nilai Agama Anak Usia Dini

Menurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk., 2008: 1.9), agama suatu keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, dan sikap.  Perkembangan nilai-nilai agama artinya perkembangan dalam kemampuan memahami, mempercayai, dan menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta, dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap dan bertingkah laku dalam berbgaia situasi.

Pemahaman anak akan nilai-nilai agama menurut Ernest Harms (dalam Lilis Suryani dkk., 2008; 1.10 – 1.11) berlangsung melalui 3 tahap, yaitu sebagai berikut.

1.       Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage)

Tingkat ini dialami oleh anak yang berusia 3 – 6 tahun. Ciri-ciri perilaku anak pada masa ini masih banyak dipengaruhi oleh daya fantasinya sehingga dalam menyerap materi ajar agama anak juga masih banyak menggunakan daya fantasinya.

2.       Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage)

Tingkat ini dialami anak usia 7 – 15 tahun. Pada masa ini anak sudah dapat menyerap materi ajar agama berdasarkan kenyataan-kenyataan yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Anak sudah tertarik pada apa yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan. Segala bentuk tindak amal keagamaan mereka ikuti dan tertarik untuk mempelajari lebih jauh.

3.       Tingkat Individu (The Individual Stage)

Tingkat individu dialami oleh anak yang berusia 15 ke atas. Konsep keagaamaan yang individualistic ini terbagi atas tiga bagian, yaitu: a. konsep keagamaan yang konvensional dan konservatif yang dipengaruhi oleh sebagian kecil fantasi, b. konsep keagamaan yang murni dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal, dan c. konsep keagamaan yang humanistic. Agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.

Pengembangan nilai-nilai agama pada anak harus didasarkan pada karakteristik perkembangan anak. Jika memperhatikan pendapat Ernest Harms sebagaimana dikemukakan di atas, maka usaha pengembangan nilai-nilai agama menjadi efektif jika dilakukan melalui cerita-cerita yang di dalamnya terkandung ajaran-ajaran agama. Dengan demikian daya fantasi anak berperan dalam menyerap nilai-nilai agama yang terdapat dalam cerita yang diterimanya. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About