Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 08 Januari 2014

3 Teori Pengembangan Diri dan cara membaca & menyikapinya

3 Teori Perkembangan Diri dan  Cara membaca Teori Pengembangan Diri dan  menyikapinya
1.      Sigmund Freud
Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi 3 tahapan yakni tahap infatil (0 – 5 tahun), tahap laten (5 – 12 than) dan tahap genital (> 12 tahun). Tahap infatil yang faling menentukan dalam membentuk kepribadin, terbagi menjadi 3 fase, yakni fase oral, fase anal, dan fase falis. Perkembangan kepribadian ditentukan oleh perkembangan insting seks, yang terkait dengan perkembangan bilogis, sehingga tahp ini disebut juga tahap seksual infatil. Perkembangan insting seks berarti perubahan kateksis seks dan perkembangan bilogis menyiapkan bagian tubuh untuk dipilh menjadi pusat kepuasan seksul (arogenus zone). Pemberian nama fase-fase perkembangan infatil sesuai dengan bagian tubuh daerah erogen-yang menjadi kateksis seksual pada fase itu. Pada tahap laten, impuls seksual mengalami represi, perhatian anak banyak tercurah kepada pengembangan kognitif dan keterampilan. Baru sesudah itu, secara bilogis terjadi perkembangan puberts yang membangunkan impuls seksual dari represinya untuk berkembang mencapai kemasakan. Pada umumnya kemasakan kepribadian dapat dicapi pada usia 20 tahun (Anonim, 2010).
2.      Carl Gustav Jung
Perkembangan kepribadian menurut pandangan Carl Gustav Jung lebih lengkap dibandingkan dengan Freud. Jung beranggapan bahwa semua peristiwa disebabkan oleh sesuatu yang terjadi di masa lalu (mekanistik) dan kejadian sekarang ditentukan oleh tujuan (purpose). Prinsip mekanistik akan membuat manusia menjadi sengsara karena terpenjara oleh masa lalu. Manusia tidak bebas menentukan tujuan atau membuat rencana karena masa lalu tidak dapat diubah. Sebaliknya, prinsip purposif memubat orang mempunyai perasan penuh harapan, ada sesuatu yang membuat orang berjuang dan bekerja. Dari keduanya dapat diambil sisi positifnya, kegagalan di masa lalu bukan dijadikan beban tapi dijadikan pengalaman yang kemudian digunakan sebagai stimuli untuk belajar lebih baik dari kegagalan tersebut. Terlepas dari kegagalan seseorang harus memiliki angan, impian dan harapan, hal inilah yang kemudian mengarahkan pada tujuan yang akan diraih di masa mendatang.
3.      Erik H. Erikson
Teori Erikson dikatakan sebagai salah satu teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan.
1.      Karena teorinya sangat representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia.
2.      Menekankan pada pentingnya perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran kehidupan.
3.      Terakhir adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.

Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan, baik anak, dewasa, maupun lansia.
Erikson dalam membentuk teorinya secara baik, sangat berkaitan erat dengan kehidupan pribadinya dalam hal ini mengenai pertumbuhan egonya. Erikson berpendapat bahwa pandangan-pandangannya sesuai dengan ajaran dasar psikoanalisis yang diletakkan oleh Freud. Jadi dapat dikatakan bahwa Erikson adalah seorang post-freudian atau neofreudian. Akan tetapi, teori Erikson lebih tertuju pada masyarakat dan kebudayaan. Hal ini terjadi karena dia adalah seorang ilmuwan yang punya ketertarikan terhadap antropologis yang sangat besar, bahkan dia sering meminggirkan masalah insting dan alam bawah sadar. Oleh sebab itu, maka di satu pihak ia menerima konsep struktur mental Freud, dan di lain pihak menambahkan dimensi sosial-psikologis pada konsep dinamika dan perkembangan kepribadian yang diajukan oleh Freud.
Cara membaca Teori Pengembangan Diri dan cara menyikapinya
1.      Potensi manusia itu tak terbatas. Potensi di sini makudnya adalah berbagai kapasitas di dalam diri kita yang masih berbentuk bahan baku. Namanya juga bahan baku. Bahan baku itu bisa diolah menjadi bentuk apa saja, tergantung proses pengolahannya. Karena itu, kata Prof. Howard Gardner, istilah-istilah yang ia kemukakan dalam teorinya tentang kecerdasan itu bukanlah domain bawaan yang sudah baku dan begitu adanya, melainkan sebuah "new construct". Artinya, orang akan memiliki kecerdasan Intrapersonal apabila potensi yang dikembangan selama ini lebih banyak mengarah pada terbentuknya kecerdasan ini. Kecerdasan Intrapersonal yang ia miliki adalah bentukan baru (new construct) dari diri orang itu.
Dengan kata lain, karena potensi yang kita miliki itu hanya sedikit sekali yang bisa dijelaskan dengan istilah-istilah bahasa, maka jangan sampai kita menggunakan istilah-istilah itu untuk membatasi diri. Pilihan yang bisa kita ambil adalah, kita bisa menjadikan pekerjaan atau penugasan yang diberikan ke kita sebagai ruang atau wilayah untuk mengungkap berbagai potensi yang belum ada bahasanya. Sangat mungkin sekali kita bisa menemukan potensi dasar yang bisa dijadikan keunggulan.

2.      Kemampuan dasar manusia itu punya sifat fleksibel, dalam arti bisa diterapkan ke berbagai pekerjaan atau profesi apapun. Dari penjelasan para ahli dapat kita simpulkan bahwa yang mereka katakan tentang bakat, kecerdasan, kepribadian, dan lain-lain, itu sebagian besarnya tidak terkait dengan pekerjaan, profesi atau sebutan tertentu, melainkan lebih terkait dengan peranan yang bisa kita lakukan. Mengacu pada pendapat ini berarti di semua pekerjaan atau profesi atau jabatan yang ditugaskan ke kita, pada dasarnya masih tetap ada peranan-peranan tertentu yang match dengan bakat, kecerdasan, atau kepribadian kita. Salah seorang kenalan saya tidak bisa berartikulasi secara verbal layaknya seorang network  builder yang kita bayangkan. Tetapi prakteknya tidak begitu.
Artinya, terkadang terlalu dini kita menyimpulkan tidak cocok jadi marketer, network builder, negosiator, dan lain-lain hanya karena kita merasa sebagai orang introvert atau  intrapersonal. Kemungkinan besar yang terjadi adalah, kita belum menemukan peranan yang benar-benar pas untuk kita mainkan di pekerjaan itu. Untuk bisa menemukannya memang butuh experiencing.

3.      Acuan untuk mengembangkan-diri. Pada prakteknya memang yang akan terjadi adalah, ada peranan tertentu yang kita mainkan dengan bagus dan ada yang kurang atau belum bagus. Yang pertama kita sebut keunggulan dan yang kedua kita sebut kelemahan. Ini perlu kita akui secara fair. Memang tidak ada manusia yang sempurna di segala bidang.
Nah, teori-teori yang sudah diungkap para ahli dengan susah payah itu akan lebih bagus kalau kita jadikan acuan untuk mengembangkan diri berdasarkan perkembangan keadaan kita. Misalnya untuk keperluan melanjutkan kuliah, melakukan otodidak keahlian, dan lain-lain.
Kenapa acuan itu penting? Untuk orang yang ingin mengembangkan diri perlu melakukan seleksi. Kalau kita ingin hebat di segala bidang dalam satu waktu dan secara bersamaan, ini malah menyulitkan dan biasanya gagal. Karena itu kita butuh acuan. Mengetahui kelebihan itu sama pentingnya dengan mengetahui kelemahan. Kelemahan yang kita ketahui itu bukan kelemahan, melainkan kelebihan.

4.      Skala kompetensi. Ada skala kompetensi tertentu yang sering kita asumsikan sebagai bakat bawaan atau kecerdasan bawaan, padahal itu bukan. Contoh yang paling tepat di sini adalah entrepreneurship (kewirausahaan). Banyak yang mengasumsikan dirinya berbakat untuk menjadi pengusaha atau sebaliknya.
Padahal kalau kita lihat di teorinya dan di prakteknya, entrepreneurship itu skala kompetensi yang paling tinggi. Siapapun bisa menjadi entrepreneur asalkan yang bersangkutan mengasah sifat, skill, atau kebiasaan-kebiasaan yang dibutuhkan untuk menjadi entrepreneur. Ini misalnya saja kemampuan mengkalkulasi peluang dan ancaman, keuntungan dan kerugian, efektivitas dan efisiensi, pendelegasian, menciptakan gagasan yang layak jual, dan seterusnya.  Soal bidangnya apa, cara kerjanya bagaimana, tekniknya seperti apa, ini soal lain.
Karena untuk menjadi pengusaha itu bisa dilakukan semua orang, makanya sekarang ini muncul berbagai sebutan. Ini misalnya saja pengusaha alamiah, pengusaha ilmiah (pengusaha yang mendapatkan pendidikan usaha dari pendidikan formal), ada corporate entrepreneur, social entrepreneur, dan lain-lain. Jadi, menjadi pengusaha adalah soal melatih jiwa, naluri, dan skill.

Jangan menyimpulkan diri sendiri dengan batasan-batasan yang makin membatasi (fixed ability). Ini yang disarankan oleh seorang pakar Psikologi dari Yale University, Stenberg. Kemampuan yang kita miliki itu pada dasarnya, menurut dia, adalah developing ability. Berkembang di sini maksudnya adalah terus meningkat atau terus meluas berdasarkan usaha-usaha yang kita lakukan.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About